Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan..
Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Bagian kedua
Kewajiban
Pasal 23
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban:
- menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan (a)
- menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, menfasilitasi dan memberikan kepastian hukum (b)
- memelihara, mengembangkan dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali, dan (c)
- mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas. (d)
(2). Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud
diatas pada ayat (1) huruf d diatur dengan peraturan presiden.
Pasal 24
Setiap orang berkewajiban:
- menjaga dan melestarikan daya taya wisata, dan
- membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
Pasal 25
Setiap wisatawan berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat setempat.
b. memelihara dan melestarikan lingkungan
c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan, dan
d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar
hukum.
Pasal 26
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat setempat.
b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab
c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif
d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan
e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang beresiko tinggi
f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling memerlukan,
memperkuat dan menguntungkan.
g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan
kesempatan kepada tenaga kerja lokal
h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan
i. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat.
j. turut sertam mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar
hukum di lingkungan tempat usahanya
k. memeliharan lingkungan yang sehat, bersih dan asri
l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya
m. menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan kegiatan usaha kepariwisataan secara
bertanggung jawab dan
n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 27
(1). Setiap orang dilarang merusak sebagan atau seluruh fisik daya tarik wisata
(2). merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan
mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan,
memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat
berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
BAB VIII
KEWENANGAN PEMERINTAH DAN
PEMERINTAH DAERAH
Pasal 28
Pemerintah berwenang:
- menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional
- mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sektor dan lintas provinsi
- menyelenggarakan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- menetapkan daya tarik wisata nasional
- menetapkan destinasi pariwisata nasional
- menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan dalam penyelenggaraan kepariwisatan
- mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang kepariwisataan
- memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali
- melakukan dan menfasilitasi promosi pariwisata nasional
- memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan
- meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat
- mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan, dan
- mengalokasikan anggaran kepariwisataan
- memberikan informasi dan/atau peringatan
Pasal 29
Pemerintah provinsi berwenang:
- menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi
- mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya.
- melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata
- menetapkan destinasi pariwisata provinsi
- menetapkan daya tarik wisata provinsi
- menfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya
- memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi, dan
- mengalokasikan anggaran kepariwisataan
Pasal 30
Pemerintah kabupaten/kota berwenang:
- menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota
- menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota
- menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota
- melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata.
- mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya.
- menfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya.
- memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru.
- menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup kabupaten/kota.
- memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang ada di wilayahnya.
- menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata, dan
- mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Pasal 31
- Setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah, serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partisipasinya meningkatkan pembangunan, kepeloporan dan pengabdian di bidang kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkrit di beri panghargaan.
- Penghargaan sebagaimana di maksud pada ayat 1 diberikan oleh pemerintah atau lembaga lain yang terpercaya.
- Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan, dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana di maksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 32
- Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan.
- Dalam meyediakan dan menybarluaskan informasi pemerintah mengembangkan sistem informasi kepariwisataan nasional.
- Pemerintah daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
BAB IX
KOORDINASI
Pasal 33
- Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan pemerintah melakukan koordinasi strategis lintas sektor pada tataran kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan.
- Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
- bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan karantina.
- bidang keamanan dan ketertiban.
- bidang prasarana umum yang mencakup jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan.
- bidang transportasi darat, laut, dan udara.
- bidang promosi pariwisata dan kerjasama luar negeri.
Pasal 34
Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1) dipimpin oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 dan pasal 34 diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB X
BADAN PROMOSI PARIWISATA INDONESIA
Bagian Kesatu
Badan Promosi Pariwisata Indonesia
Pasal 36
- Pemerintah memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesian yang berkedudukan di ibu kota negara.
- Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
- Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 37
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 unsur, yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
Pasal 38
- Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas : a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang, b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang, c. wakil asosiasi penerbangan 1(satu) orang, d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
- Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia diusulkan oleh Menteri kepada Presiden untuk masa tugas paling lama 4 (empat) tahun.
- Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tatacara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimanau dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 39
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasa 38 membentuk unsur pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
Pasal 40
- Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif dengan dibantu oleh beberapa Direktur sesuai dengan kebutuhan
- Unsur pelaksana Badan Promosi Indonesia wajib menyusun tatakerja dan rencana kerja.
- Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1(satu) kali masa kerja berikutnya.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tatakerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
Pasal 41
- Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai tugas: a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia, b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa, c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan, d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
- Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai tugas sebagai: a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan di daerah, b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 42
- Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Indonesia berasal dari: a. pemangku kepentingan, dan b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengelolaan dana yang bersumber dari Non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Non-Anggaran Pendapatan Belanja Daerah wajib di audit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Badan Promosi Pariwisata Daerah
Pasal 43
- Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Daerah Indonesian yang berkedudukan di ibu kota provinsi dan kabupaten/kota
- Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
- Badan Promosi Pariwisata Daerah dalam melaksanakan kegiatannya wajib berkoordinasi dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
- Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 44
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 unsur, yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
Pasal 45
- Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas : a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang, b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang, c. wakil asosiasi penerbangan 1(satu) orang, d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
- Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia diusulkan oleh Menteri kepada Presiden untuk masa tugas paling lama 4 (empat) tahun.
- Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tatacara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimanau dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 46
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 membentuk unsur pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasal 47
- Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif dengan dibantu oleh beberapa Direktur sesuai dengan kebutuhan
- Unsur pelaksana Badan Promosi Daerah wajib menyusun tatakerja dan rencana kerja.
- Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1(satu) kali masa kerja berikutnya.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tatakerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasal 48
- Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas: a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia, b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa, c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan, d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
- Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas sebagai: a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan di daerah, b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 49
- Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Daerah berasal dari: a. pemangku kepentingan, dan b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengelolaan dana yang bersumber dari Non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Non-Anggaran Pendapatan Belanja Daerah wajib di audit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.
BAB XI
GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA
INDONESIA
Pasal 50
- Untuk mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata yang kompetitif, dibentuk satu wadah yang dinamakan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia.
- Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia terdiri atas : a. pengusaha pariwisata. b. asosiasi usaha pariwisata, c. asosiasi profesi dan d. asosiasi lain yang terkait langsung dengan pariwisata.
- Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai mitra kerja pemerintah dan pemerintah daerah serta wadah komunikasi dan konsultasi para anggotanya dalam penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan.
- Gabungan Industri Pariwisata Indonesia bersifat mandiri dan dalam melakukan kegiatannya bersifat nirlaba.
- Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan kegiatan, antara lain : a. menetapkan dan menegakkan kode etik Gabungan Industri Pariwisata Indonesia, b. menyalurkan aspirasi memelihara kerukunan dan kepentingan anggota dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan bidang kepariwisataan, c. meningkatkan hubungan dan kerjasama antara pengusaha pariwisata indonesia dan pengusaha pariwisata luar negeri untuk kepentingan pembangunan kepariwisataan,d. mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang kepariwisataan: dan e. menyelenggarakan pusat informasi usaha dan menyebarluaskan kebijakan pemerintah di bidang kepariwisataan.
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, keanggotaan, susunan kepengurusan, dan kegiatan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
BAB XII
PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA,
STANDARDISASI, SERTIFIKASI, DAN
TENAGA KERJA
Bagian Kesatu
Pelatihan Sumber Daya Manusia
Pasal 52
Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan sumber daya manusia pariwisata sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Bagian Kedua
Standardisasi dan Sertifikasi
Pasal 53
- Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki standar kompetensi.
- Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi.
- Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifakasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 54
- Produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki standar usaha.
- Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi usaha .
- Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 dan sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 diatur dalam peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing
Pasal 56
- Pengusaha pariwisata dapat memperkerjakan tenaga kerja ahli warga negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana maksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari organisasi asosiasi pekerja profesional kepariwisataan.
BAB XIII
PENDANAAN
Pasal 57
Pendanaan pariwisata menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, pengusaha dan masyarakat
Pasal 58
Pengelolaan dana kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabillitas publik.
Pasal 59
Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.
Pasal 60
Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau kecil diberikan insentif yang diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 61
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan kecil dibidang kepariwisataan.
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 62
- Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dikenai sanksi berupa teguran lisan disertai dengan pemberitahuan mengenai hal yang harus dipatuhi.
- Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak diindahkannya, wisatawan bersangkutan dapat diusir dari lokasi perbuatan dilakukan.
Pasal 63
- Setiap pengusaha pariwisata yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 dan/atau pasal 26 dikenai sanksi administratif.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. teguran tertulis b.pembatasan kegiatan usaha c. pembekuan sementara kegiatan usaha.
- Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.
- Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
- Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 64
- Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).
- Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana di maksud dalam pasal 36 ayat (1) harus telah dibentuk paling lama 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 66
- Pembentukan Gabungan Indonesia Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 untuk pertama kalinya difasilitasi oleh Pemerintah.
- Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus telah dibentuk dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 67
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkan.
Pasal 68
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan (lembaran Negara tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 69
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 3427), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 70
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
Ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2009 NO11
Sumber: Buku Undang – Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
Penerbit: Citra Umbara, Bandung